SINARJATIM.COM – Kebanyakan orang, seni membonsai itu dilakukan pada pohon serut, pohon kamboja bunga merah, pohon lamtoro, pohon asam Jawa dan sejenisnya, Namun di Ngawi ada salah satu pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) geluti bonsai pohon kelapa.
Ini juga bisa menjadi peluang bisnis yang menjanjikan dan sekaligus untuk mengisi waktu luangnya selama pensiun dari PNS.
Pensiunan PNS itu bernama Sri Warno yang beralamat di Desa Dumplengan, Kecamatan Pitu, Kabupaten Ngawi, setiap harinya Mbah Sri begitu sapaan akrab di desanya merawat ratusan pohon kelapa bakalan bonsai. Senin (23/8/21).
Gagasan ide itu berasal dari orang Bali kata Mbah Sri, kedepan bonsai pohon kelapa prospeknya apik, ternyata benar, produksi pertama saya dulu laku mulai dari Rp 60ribu sampai Rp 70ribu, padahal waktu itu saya masih sangat pemula. katanya.
“Sebenarnya tidak berbeda jauh dari bonsai pada umumnya, nilai jual bonsai kelapanya ini terletak pada seni dan keunikan bentuk dan selera masing-masing seni pembeli,” ungkap Sri Warno.
Mbah Sri menjelaskan, sebetulnya semua jenis pohon kelapa bisa dijadikan bakalan bonsai, akan tetapi yang populer jenisnya kelapa gading kuning, biasanya orang-orang menyebutnya Minion karena batok nya terbilang kecil.
“Ada dua jenis dalam seni bonsai kelapa yakni batok tanam dan jenis batok nungging atau batok diluar tanah, kalau untuk batok nungging buah kelapanya dikupas serabutnya kemudian dihaluskan batoknya pakai amplas lalu dicat dan baru ditanam,” terangnya.
Kalau jenis yang satunya buah kelapa hanya ditanam saja, untuk jenis ini lebih mudah tumbuhnya karena serabut kelapa yang iku ditanam bisa juga berfungsi sebagai tandon air tanaman.
Perawatannya susah-susah gampang, setelah penanaman bonsai kelapa selesai dan tumbuh, serabut yang mengelilingi tunas muda harus dibersihkan setiap seminggu sekali.
“Sementara setelah tiga mingguan buah kelapa tua akan mulai tumbuh, jika tidak telat dibersihkan tumbuhnya pohon nanti tinggi, biasanya harus ditebas total agar tunas barunya tumbuh, pun itu tak lepas dari resiko gagal,” urai Sri Warno.
Mbah Sri Warno menjual hasil karyanya hanya melalui offline saja, pembeli biasanya bertandang ke rumah, “Tak hanya warga lokal Ngawi saja, bahkan pembelinya ada yang datang langsung dari Bojonegoro, Tuban dan lainnya,” tutupnya.(Str)